Kepasrahan dan Bhakti Seorang Hamba

Senin, 04 April 2011

imageMENGENAKAN hem lengan panjang dan sarung dan peci hitam, H Supriyanto (58) tersenyum lebar. Sesekali mulutnya mengisap rokok keretek. Di sampingnya, sejumlah kerabat, tetangga, dan kolega tampak heran. Bagaimana tidak, orang yang baru saja kehilangan harta senilai Rp 3,5 miliar itu tak tampak sedikit pun galau apalagi stres. Dia bahkan dengan santai dan seksama mencermati berita di koran tentang perampokan yang menimpanya.

”Kepingin tahu. Barangkali ada yang salah atau tidak pas,” kata ayah dua anak itu sambil melempar senyum.


Anak kedua dari 12 bersaudara itu mengaku mendapat kabar perampokan tersebut pertama kali dari Fajar, penjaga malam di rumahnya, RT 1 RW 1, Desa/Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara.

Saat itu dia tidur di rumahnya yang lain di Desa Sikumpul, beberapa kilometer dari lokasi kejadian.

”Fajar datang sekitar pukul 03.00. Kata pertama yang dia sampaikan kepada saya, kapesan (musibah-Red),” tutur juragan emas itu menirukan Fajar yang datang tergopoh-gopoh.
Setelah Fajar duduk dan menceritakan semua kejadian, Supriyanto mengaku tetap tenang. Dia lantas menjalankan shalat, tidak langsung ke lokasi kejadian.

”Saya yakin, semua itu kehendak Allah. Saya meminta kekuatan untuk menerima ketentuan-Nya, meminta solusi dan hidayah pada Allah,” kata pria yang juga sesepuh Muhammadiyah Banjarnegara tersebut.

Baginya, musibah merupakan ujian, bukan laknat. Karena itu, dia menerima semuanya dengan tenang. Dalam perjalanan hidupnya, musibah datang silih berganti. Tetapi, dia selalu menandainya sebagai jalan untuk memperbesar dan memperlancar usahanya.
”Sejak tahun 1991, saya kenyang musibah. Tetapi saya selalu tenang, dan usaha semakin berkembang. Saya yakin Allah akan menggantinya lebih,” ujarnya optimistis.

Untuk itu, dia mengaku sudah tidak memikirkan hartanya yang hilang. Kini dia tengah bersiap agar usahanya segera jalan lagi. Dia bahkan berpendapat, perampok mendapat rezeki melalui dirinya dari Allah tetapi dengan cara yang tidak benar.
”Saya tidak berpikir barangnya kembali atau ditemukan dan pelakunya tertangkap. Sudahlah, santai saja. Itu sudah ada yang berwenang mengurusi, bukan hak saya,” katanya sembari tertawa ringan.

Guru Spiritual

Saat ini Supriyanto memiliki sedikitnya tujuh toko emas yang tersebar di Kecamatan Kalibening, Karangkobar, Pandanarum, Batur, dan Wanayasa. Untuk sementara, semua tokonya tutup dan akan kembali buka dalam waktu dekat.
”Untuk sementara, semua toko tutup dan sudah diberitahukan melalui tulisan pengumuman di toko. Tetapi, kami pastikan transaksi akan segera dilakukan lagi secepatnya. Pelanggan tidak perlu khawatir, toko emas kami masih sehat,” kata Tri Koko (44), adik korban usai berkeliling ke jaringan toko emas ’’Cahaya Rembulan’’.
Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari Fraksi PAN, H Amin Makhsun, yang datang berkunjung mengaku salut dengan kebesaran jiwa dan kepasrahan Supriyanto.

”Beliau tidak hanya senior di partai, tetapi sekaligus guru spiritual saya,” katanya.
Suprapto (56), adik korban yang tinggal di Karangkobar juga mengakui spiritualitas sang kakak. ”Kalau soal kepasrahan pada Allah, tidak ada duanya dalam keluarga,” katanya sambil menyebut saudara terjauh yang datang ke Kalibening berasal dari Slawi, Tegal.

Sumber: Suara Merdeka

0 komentar:

Posting Komentar