Obyek yang indah dan Langka

Senin, 04 April 2011


ADA sebuah jembatan terbuat dari karang, menghubungkan daratan Kabupaten Rembang menuju Pulau Marongan.

Jembatan unik itu muncul saat air laut surut, tepatnya di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang.
Jika mau, orang bisa saja berjalan di atas jembatan terbuat dari gugusan karang memanjang hingga pulau itu. ”Tapi itu dulu, saat kondisi karang masih bagus. Saat ini, jembatan karang itu sudah sulit dijumpai lagi,” jelas Sutono (50).

Ia yang juga kepala Desa Tasikharjo menuturkan, Pulau Marongan dan Pulau Gede dulu pernah menjadi surga bagi para pemancing. Gugusan karang di sekitar pulau menjadi rumah ideal untuk ikan dan ekosistem biota laut lainnya.


Sayang, abrasi, pencurian terumbu karang, hingga pembalakan liar di kedua pulau tersebut, mengubah 180 derajat wajah kedua daratan mungil itu. Pulau dan gugusan karang pun sepertinya tinggal menunggu waktu terhapus dari gambar di peta.

Sutono menerangkan, saat ombak pasang, Pulau Marongan yang sebelumnya tercatat memiliki luas hingga 3 ha, kini nyaris tenggelam. Sementara itu, Pulau Gede, nasibnya sedikit lebih baik. Dari luasan 2 ha yang terdata di Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislautkan), luasnya kini tinggal tak lebih 1 ha saja saat air laut pasang.

”Kondisinya saat ini sudah jauh berubah. Jika dulu banyak wisatawan ke sana, kini jarang sekali dijumpai ada pengunjung mendarat di pulau,” jelasnya.

Tak mau kondisi pulau semakin rusak, warga Desa Tasikharjo, pertengahan Maret lalu, membentuk kelompok pelestari ekosistem. Difasilitasi Dislautkan Provinsi Jateng dan Rembang, mereka mengelola upaya pelestarian kawasan pesisir agar terkelola dengan baik. ”Penanaman mangrove, harus terpantau dan terpetakan secara jelas. Dengan begitu, tak menjadi persoalan baru di kemudian hari,î jelasnya.

Pelibatan warga pesisir untuk menjaga wilayah pantai dan pulau-pulau kecil, menurut Kepala Dislautkan Rembang Ir Suparman, merupakan keniscayaan. Selain mengajak mereka menanam mangrove, pihaknya kini terus mengupayakan pengembangan usaha warga, seperti budi daya udang, bandeng atau pengolahan garam.

Minimnya anggaran daerah untuk pulau kecil membuat segala kegiatan konservasi bergantung pada pendanaan Provinsi, Pusat dan hpihak ketiga. ”Tahun ini banyak anggaran Pusat yang masuk ke Rembang. Kami juga mengupayakan budi daya perikanan dan tambak garam dengan cara dan teknologi terbaik,” jelasnya didampingi Pamudji, Kabid Pengawasan dan Perlindungan Sumber Daya Kelautan.
Taraf Hidup Diharapkan, dengan peningkatan taraf hidup warga pesisir, mereka tak lagi tergiur untuk mengeksploitasi sumber daya pulau, seperti mengambil terumbu karang. Warga di pesisir secara sadar juga telah membentuk kelompok pengawas masyarakat, untuk mengawasi kemungkinan tindakan pencurian terumbu karag oleh nelayan luar Rembang.

”Untuk konservasi pulau kecil, dalam waktu dekat ini kami bekerja sama dengan Provinsi, akan mengadakan pelatihan pembuatan karang buatan, untuk kelompok nelayan di Desa Tunggulsari, Kecamatan Kaliori,” jelasnya.

Dengan kegiatan ini, warga pesisir diharapkan mampu membuat karang buatan, persemaian hingga penebaran di sekitar pulau kecil. Jika berhasil, setidaknya sepuluh tahun mendatang terumbu karang di areal pulau bisa kembali dipulihkan.

Fungsi terumbu karang, lanjut dia, memang vital sebagai sabuk peredam gelombang laut. Dengan begitu, tingkat abrasi bisa ditekan, selain biota laut bisa terus berkembang.

Dislautkan Rembang mencatat, terdapat tiga pulau besar dan 17 gugusan karang yang membentang di perairan kabupaten itu. Aset ini, lanjut dia, penting untuk terus dijaga. ”Rintisan pembuatan karang buatan dan upaya penanaman mangrove juga terus digalakkan.

Semua ini demi menjaga eksistensi pulau kecil, sehingga bisa tetap menjadi andalan tujuan pariwisata di Kabupaten Rembang,” katanya.
Upaya konservasi, menurut Tokoh Pesisir Kabupaten Rembang,
Suyadi, harus dilakukan secara simultan dan terprogram. Apalagi, gelombang tinggi imbas cuaca ekstrem yang terus menggerus pulau, masih terus berlangsung.

Ia mengingatkan, penanaman mangrove, baik di wilayah pantai maupun pulau kecil, tak boleh dilakukan sembarangan. Perlu pemetaan yang jelas, terkait kondisi tanah dengan benih mangrove yang cocok untuk ditanam. Selain itu, faktor musim juga penting untuk diperhatikan.

”Jangan sampai upaya konservasi wilayah pesisir dengan penanaman mangrove nantinya sia-sia karena salah memetakan potensi yang ada,” tandasnya.

Sumber: Suara Merdeka

Read more.....

Kepasrahan dan Bhakti Seorang Hamba

imageMENGENAKAN hem lengan panjang dan sarung dan peci hitam, H Supriyanto (58) tersenyum lebar. Sesekali mulutnya mengisap rokok keretek. Di sampingnya, sejumlah kerabat, tetangga, dan kolega tampak heran. Bagaimana tidak, orang yang baru saja kehilangan harta senilai Rp 3,5 miliar itu tak tampak sedikit pun galau apalagi stres. Dia bahkan dengan santai dan seksama mencermati berita di koran tentang perampokan yang menimpanya.

”Kepingin tahu. Barangkali ada yang salah atau tidak pas,” kata ayah dua anak itu sambil melempar senyum.


Anak kedua dari 12 bersaudara itu mengaku mendapat kabar perampokan tersebut pertama kali dari Fajar, penjaga malam di rumahnya, RT 1 RW 1, Desa/Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara.

Saat itu dia tidur di rumahnya yang lain di Desa Sikumpul, beberapa kilometer dari lokasi kejadian.

”Fajar datang sekitar pukul 03.00. Kata pertama yang dia sampaikan kepada saya, kapesan (musibah-Red),” tutur juragan emas itu menirukan Fajar yang datang tergopoh-gopoh.
Setelah Fajar duduk dan menceritakan semua kejadian, Supriyanto mengaku tetap tenang. Dia lantas menjalankan shalat, tidak langsung ke lokasi kejadian.

”Saya yakin, semua itu kehendak Allah. Saya meminta kekuatan untuk menerima ketentuan-Nya, meminta solusi dan hidayah pada Allah,” kata pria yang juga sesepuh Muhammadiyah Banjarnegara tersebut.

Baginya, musibah merupakan ujian, bukan laknat. Karena itu, dia menerima semuanya dengan tenang. Dalam perjalanan hidupnya, musibah datang silih berganti. Tetapi, dia selalu menandainya sebagai jalan untuk memperbesar dan memperlancar usahanya.
”Sejak tahun 1991, saya kenyang musibah. Tetapi saya selalu tenang, dan usaha semakin berkembang. Saya yakin Allah akan menggantinya lebih,” ujarnya optimistis.

Untuk itu, dia mengaku sudah tidak memikirkan hartanya yang hilang. Kini dia tengah bersiap agar usahanya segera jalan lagi. Dia bahkan berpendapat, perampok mendapat rezeki melalui dirinya dari Allah tetapi dengan cara yang tidak benar.
”Saya tidak berpikir barangnya kembali atau ditemukan dan pelakunya tertangkap. Sudahlah, santai saja. Itu sudah ada yang berwenang mengurusi, bukan hak saya,” katanya sembari tertawa ringan.

Guru Spiritual

Saat ini Supriyanto memiliki sedikitnya tujuh toko emas yang tersebar di Kecamatan Kalibening, Karangkobar, Pandanarum, Batur, dan Wanayasa. Untuk sementara, semua tokonya tutup dan akan kembali buka dalam waktu dekat.
”Untuk sementara, semua toko tutup dan sudah diberitahukan melalui tulisan pengumuman di toko. Tetapi, kami pastikan transaksi akan segera dilakukan lagi secepatnya. Pelanggan tidak perlu khawatir, toko emas kami masih sehat,” kata Tri Koko (44), adik korban usai berkeliling ke jaringan toko emas ’’Cahaya Rembulan’’.
Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari Fraksi PAN, H Amin Makhsun, yang datang berkunjung mengaku salut dengan kebesaran jiwa dan kepasrahan Supriyanto.

”Beliau tidak hanya senior di partai, tetapi sekaligus guru spiritual saya,” katanya.
Suprapto (56), adik korban yang tinggal di Karangkobar juga mengakui spiritualitas sang kakak. ”Kalau soal kepasrahan pada Allah, tidak ada duanya dalam keluarga,” katanya sambil menyebut saudara terjauh yang datang ke Kalibening berasal dari Slawi, Tegal.

Sumber: Suara Merdeka

Read more.....