Alunan Musik di Palestina

Kamis, 15 Januari 2009


Ketika mendengar alunan musik nan merdu, tentu hati akan mengikuti kemana alunan itu terarah. Tetapi yang mengalun itu adalah sebuah pesawat-pesawat tempur yang siap menghunjamkan berbagai rudal mematikan, thank-thank berteknologi mutakhir yang terus-menerus bersuara lantang merenggut nyawa, tentu arah hati akan mengikutinya sebagai irama kematian.

Ada luka dan kesengsaraan yang terus meliputi saudara-saudara kita. Palestina yang dahulu damai berseri, kini menjadi arena kematian yang terdahsyat sepanjang sejarah. Tetapi kita percaya bahwa tiada yang kekal apa yang bernama kejahatan, karena jelas bertentangan dengan aturan Tuhan. Setidaknya orang seperti Enstein lebih setuju dibandingkan orang yang mengaku dirinya terbaik diantara umat manusia.


Tidak ada pembenaran apapun alasannya atas penghakiman sepihak yang mencabik-cabik rasa peri kemanusiaan dan keadilan, hak untuk hidup sebagaimana mestinya. Mengabaikan nilai-nilai luhur kehidupan. Benar-benar ironi sebuah ajaran hidup beretika, yang percaya kepada keberadaan Tuhan yang mereka sembah.

Bicara sejarah tidak akan ada habisnya, karena semua merasa benar. Politik hanya alat pembenar semata, sehingga yang tinggal dalam diri hanya hawa nafsu yang menyulut keangkara murkaan. Lihat saja fakta sebelum tumbuhnya gerakan zionisme, daratan palestina aman dan damai, dimana para penduduknya hidup rukun berdampingan. Walaupun mereka berbeda keyakinan. Tetap saling hormat-menghormati diantara pemeluk agama yang berbeda.

Tetapi rupanya titik kedamaian itu tidaklah indah bagi zionis, bahkan kekerasan dan kekejian jauh lebih indah dari semua sisi tujuan hidup. Adalah tanah yang dijanjikan itulah yang mereka namai sebagai kebenaran berbuat dengan segala cara. Dan barangkali dari sudut pandang tekstual, Tanah Palestina itulah Tuhan Mereka. Disaat semua orang mengorbankan harta benda demi iman dan nyawa, maka mereka mengorbankan iman dan nyawa demi tanah.

Harapan hanya kepada Tuhan Dzat Pencipta dan Pelindung. Tentu juga harus disertai usaha yang keras dan doa dari kita manusia.

Damailah kembali Palestina, damailah kembali negeri para Rasul yang selalu menyampaikan kebenaran dari Tuhannya.


Read more.....

Mereda

Senin, 12 Januari 2009


Puji syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. Atas KuasaNya diriku masih diberi kekuatan jari menitikkan tumpahan pikir kedalam rumah blog ini. Kerinduanku pada suasana keakraban para blogger terus melaju walau kuakui ada sesuatu yang membatasi sebuah pekerjaan manusia. Sesuatu yang sering dilawan oleh sebagian kawan-kawan. Sesuatu itu tak lain adalah "JENUH".


Tetapi itu masa lalu tepatnya tahun lalu, karena kini kita telah masuk tahun baru. Barangkali juga itu yang membuat kejenuhan ini agak mereda, hemm....(agak mungkin masih nih). InsyaAllah sudah semangat lagi sekarang tetapi tetap membutuhkan energi ekstra yang benar-benar mujarab.

Ditahun baru ini sudahkah kita menjadi kupu-kupu yang telah menyelesaikan semedinya selama satu tahun guna memperbaiki kwalitas dirinya dihadapan dunia, apalagi di hadapan Tuhannya?? (mirip ya sama lagunya om jalu)

Biarpun belum jadi kupu-kupu tapi kita akan setuju kalau bilang "NO WAR FOREVER" tetapi akan selalu mengisi hati dengan "LOVE FOREVER". Setidaknya keprihatinan ini telah menghiasi sebagian isi akhir tahun kita, dan berlanjut dengan datangnya tahun baru baik hijriyyah maupun masehi.

Seiring kejenuhanku yang kian mereda kuharapkan juga perang akan reda. Bicara dosa tiada yang tak berdosa, tetapi perikemanusiaan, hak untuk hidup, hak mendapatkan cita-cita yang baik yang berguna bagi kelangsungan kehidupan dunia.


Read more.....