Seorang anak remaja terpaku diam menjalin asmara dengan terik matahari, kiprahnya hanya mencari keriput rizqi yang tiap kali datang akan ada saja yang menyerobotnya. Syukur selalu terucap manakala senja mendapuk dirinya berkemas ke rumah mengumpulkan koin penuh tanda cinta hari padanya.
Sementara gelagat kemewahan menunjuk-nunjuk apa yang dia maui, tak pernah peduli dengan rasa pahit yang dialami para remaja dalam payah keriting mengasuh kejujurannya mengemban senang dengan senyum lantang sang ksatria. Tiap hajatan tiba, si Mewah memborong para remaja dengan berbagai iming-iming tanpa tahu akan dibawa kemana amanatnya.
Suatu waktu para mewah bermunculan dengan muka memerah padam, bersengketa di ujung waktu, merengek sebagian agar jalan kemewahan tetap pada dirinya, sementara yang lain memilih bermewah dengan cara lain pula. Ada aksi tipu-tipu muka masam, muka sedih di depan remaja dungu yang bagi dia akan mudah dikibuli. Dalam rentang waktu yang tidak sebentar, rupanya para remaja sudah menjadi sedikit tua tetapi belum pikun, walau tidak teguh benar memegang pilihan, tetapi ia memilih kesenangannya mengatur waktu bermesraan dengan rutinitasnya mengais asa daripada bela-bela kepentingan yang aromanya hanya kemewahan.
Ah…sudahlah, aku cukup punya energi yang diberikan Tuhan padaku, untuk aku bersujud dan bersyukur menyaksikan dan merasakan bagaimana kehidupan ini sebagai ajang drama, bagaimana dunia ini yang berkali-kali difirmankan sebagai fatamorgana dan sejenisnya. Aku diam bukan iya dan tidak, tetapi bagi kalian yang peduli pada kami, berjuanglah jangan atas nama kami, pilihan langsung tidak langsung tak akan merubah cara kami menjadi ksatria terik surya, tak akan mengubah cara kami bernafas dalam beratnya langkah, demokrasi yang kalian tunjukkan adalah hadirnya KPK sebagai bentuk konsekuensi dan tontonan tak penting bagi kami, ijinkan saja kami memilihkan kendaraan kalian serta ijinkan saja kami memilih pemimpin kami yang enak dan tidaknya kami rasakan sendiri, silahkan menghitung untung yang kalian rinci kami tidak iri, kami sudah sedikit tua dari masa remaja yang kalian ajarkan bagaimana menjadi diri kami sendiri.
Read more.....
Suatu waktu para mewah bermunculan dengan muka memerah padam, bersengketa di ujung waktu, merengek sebagian agar jalan kemewahan tetap pada dirinya, sementara yang lain memilih bermewah dengan cara lain pula. Ada aksi tipu-tipu muka masam, muka sedih di depan remaja dungu yang bagi dia akan mudah dikibuli. Dalam rentang waktu yang tidak sebentar, rupanya para remaja sudah menjadi sedikit tua tetapi belum pikun, walau tidak teguh benar memegang pilihan, tetapi ia memilih kesenangannya mengatur waktu bermesraan dengan rutinitasnya mengais asa daripada bela-bela kepentingan yang aromanya hanya kemewahan.
Ah…sudahlah, aku cukup punya energi yang diberikan Tuhan padaku, untuk aku bersujud dan bersyukur menyaksikan dan merasakan bagaimana kehidupan ini sebagai ajang drama, bagaimana dunia ini yang berkali-kali difirmankan sebagai fatamorgana dan sejenisnya. Aku diam bukan iya dan tidak, tetapi bagi kalian yang peduli pada kami, berjuanglah jangan atas nama kami, pilihan langsung tidak langsung tak akan merubah cara kami menjadi ksatria terik surya, tak akan mengubah cara kami bernafas dalam beratnya langkah, demokrasi yang kalian tunjukkan adalah hadirnya KPK sebagai bentuk konsekuensi dan tontonan tak penting bagi kami, ijinkan saja kami memilihkan kendaraan kalian serta ijinkan saja kami memilih pemimpin kami yang enak dan tidaknya kami rasakan sendiri, silahkan menghitung untung yang kalian rinci kami tidak iri, kami sudah sedikit tua dari masa remaja yang kalian ajarkan bagaimana menjadi diri kami sendiri.